*di RSUD Jayapura, Pelayanan Poli Tetap Berjalan
JAYAPURA – Tiga rumah sakit milik Pemerintah Daerah yakni Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Jayapura, RSUD Abepura dan RSJD Abepura melakukan pemasangan spanduk di rumah sakit masing masing.
Hal tersebut sebagai bentuk kekecewaan para dokter terhadap Plh Gubernur Papua M Ridwan Rumasukun, yang sampai saat ini belum juga merespon aspirasi mereka terkait dengan tuntutan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) di Kantor Gubernur.
Dimana isi spanduk tersebut bertuliskan, “Mulai Kamis (31/8) sampai batas waktu yang tidak ditetapkan, kami dokter spesialis dan sub-spesialis di RSUD Jayapura, RSUD Abepura dan RSJ Abepura tidak memberikan pelayanan poliklinik”
Ketua Komite Medik RSUD Jayapura, dr Yunike Howay SpA menyatakan, para dokter spesialis dan sub-spesialis tidak lagi melakukan pelayanan di Poliklinik. Namun untuk psiko, berjalan seperti biasa.
“Kami sepakat tidak melakukan pelayanan di Poliklinik terhitung 31 Agustus hingga ada kejelasan dari Pemda untuk menyelesaikan masalah kami,” tegasnya.
Yunike juga menegaskan bahwa dengan tindakan ini, bukan berarti para dokter spesialis dan sub-spesialis tidak punya hati nurani.
SAMBUNGAN: Ombudsman Desak Pemprov Segera Berikan Jaminan
“Kami (dokter spesialis dan sub-spesialis-red), bekerja dengan hati nurani. Hanya saja pelayanan di poli tidak kami lakukan, kan rumah sakit banyak. Masyarakat bisa ke rumah sakit lainnya selain tiga rumah sakit milik Pemda,” bebernya.
Atas apa yang terjadi, dr Yunike mengaku mereka mendapatkan dukungan dari Perhimpunan Advokad, Komnas HAM, PB IDI dan bahkan sudah melakukan zoom dengan Kemenkes dan sudah tahu kronologi masalah yang terjadi.
“Harapan kami, mereka ini bisa menjembatani kami dengan Pemda agar kami bisa mendapatkan apa yang menjadi hak kami,” pintanya.
Sementara itu, Marselino salah satu keluarga pasien mengaku, dalam pelayanan di Instalasi Rawat Jalan RSUD Dok II, ia tak mengalami kendala apapun.
“Pelayanan berjalan seperti biasa, semua tahapannya lancar sekalipun kita harus tunggu,” ucapnya. Istri Marselino sendiri merupakan pasien rujukan dari Genyem, Kabupaten Jayapura.
Sementara itu, Kepala Perwakilan Ombudsman RI perwakilan Papua Yohanes B.J. Rusmanta meminta tanggungjawab Pemda Provinsi Papua sebagai penyelenggara pelayanan, wajib menerima dan menindaklanjuti pengaduan para dokter tersebut.
Caranya dengan memberi kejelasan informasi waktu penyelesaian, agar para dokter dapat terus menjalankan tugasnya (tidak mogok).
“Jika pelayanan dokter spesialis dan sub spesialis sampai terhenti (mogok), maka masyarakat/warga Kota Jayapura dan sekitarnya dan warga Papua pada umumnya yang akan menerima dampak langsung,” ucapnya.
Ombudsman juga mendesak Pemerintah Provinsi Papua untuk memberikan jaminan agar pelayanan kesehatan tetap berjalan baik dengan penyelesaian pengaduan para dokter tersebut, karena sudah menjadi hak mereka.
“Meminta Inspektorat Provinsi Papua untuk mendorong penyelesaian masalah tersebut,” tegasnya.
Sementara itu, Direktur RSUD Dok II dr Aloysius Giyai menegaskan, rumah sakit yang dipimpinnya tetap melakukan pelayanan kepada pasien seperti biasa.
“Kami sudah undang koordinator dokter spesialis dan komite medik dan kami putuskan pelayanan tetap jalan. Walaupun, satu dua dokter spesialias tidak datang. Hari ini, hingga jam 12 siang, laporan yang saya terima ada 84 pasien yang berkunjung di sejumlak polik rumah sakit. Sedangkan pelayanan UGD, laboratorium, farmasi, rawat inap, dan penunjang lainnya tetap berjalan,” kata Aloysius.
Menurut Aloysius, ia sangat memahami tuntutan para dokter spesialis. Sebab berdasarkan Permenkes, nilai insentif/TPP seorang dokter spesialis di seluruh Indonesia rata-rata terendah Rp 25 juta per bulan.
“Sementara di Papua, insentif para dokter spesialis digabung ke dalam TPP dan disamakan dengan ASN lain dan hanya berkisar Rp 3-7 juta. Tentu ini tidak adil dari sisi pertimbangan profesi mereka yang langka,” terangnya.
Hanya saja, kata Aloysius, para dokter spesialis juga harus bersabar dan memahami bahwa persoalan ini adalah buntut perubahan sistem transfer Dana Otsus dari Pemerintah Pusat yang langsung ke kabupaten/kota sesuai PP No. 107 tahun 2021 alias tidak melalui provinsi lagi.
Guna menjembatani persoalan ini, dr Aloysius mengaku didampingi Kepala Kominfo Papua dan perwakilan Inspektorat sudah bertemu dengan Pemprov Papua melalui Asisten II Setda Papua guna mencari solusi bersama.
“Ibu Asisten II sangat mengerti dengan tuntutan para dokter spesialis dan siap menyampaikan kepada Plh. Gubernur dan Penjabat Sekretaris Daerah yang kebetulan lagi tugas di luar,” tegasnya.
Ia berharap, Pemprov Papua segera mengambil langkah cepat agar aksi tuntutan para dokter spesialis ini tidak mengganggu pelayanan di RSUD Jayapura, RSUD Abepura, dan RS Jiwa Daerah Abepura.
Sementara itu Kepala dinas kesehatan kota Jayapura, dr. Ni Nyoman Sri Antari mengatakan jika para dokter spesialis itu benar benar menghentikan pelayananya di klinik rumah sakit pemerintah, maka ini akan berimbas kepada masyarakat.
“Jadi kami kami berharap sebenarnya persoalan ini diselesaikan dengan bijaksana. Karena keluhan-keluhan teman-teman memang sangat miris. Jasa medis, insentif mereka dulunya ada tetapi dihilangkan. Karena mereka punya jasa medis dan ada TPP. Sekarang TPP-nya hilang, jasa medisnya juga,” kata Ni Nyoman Sri Antari, Kamis (31/8).
Mengenai sejumlah dokter yang mengancam mogok itu sebenarnya itu juga manusiawi, karena sebagai manusia dokter juga butuh kesejahteraan. Mereka sudah pernah mendapatkan haknya seperti sebelumnya tapi sekarang sudah tidak, ini tentu cukup berat bagi dokter. Sehingga pemerintah perlu memikirkan hal ini juga.
“Mereka sempat sampaikan kalau tetap tidak diperhatikan di rumah sakit pemerintah, mereka ancam akan cabut ijin praktek, mereka akan bekerja seperti pegawai biasa. Saya tidak bisa membayangkan kalau itu terjadi, karena mereka ini dokter spesialis,”pungkasnya.(fia/roy/wen).
(fia/wen)