Minimalisir Penahanan Tersangka, Polri Tegaskan Penimbunan Masker dan Hand Sanitizer Tetap Ditindak
JAKARTA, Jawa Pos – Bersama pemerintah daerah, Polri mejalin kerja sama meniadakan denda pajak kendaraan bermotor yang jatuh tempo mulai 29 Februrai sampai 29 Mei tahun ini. Keputusan tersebut diambil menyusul keadaan darurat pasca mewabahnya virus Corona. Untuk itu Polri meminta masyarakat tidak perlu khawatir apabila tidak bisa membayar pajak karena harus taat pada kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Kabagpenum Divhumas Polri Kombes Asep Adi Saputra menyampaikan bahwa peniadaan denda pajak kendaraan bermotor merupakan salah satu bentuk dukungan terhadap upaya melawan virus Corona. ”Secara konkret untuk menghindari warga dalam mengurus perpanjangan pajak,” ungkap Asep kemarin (2/4). Beberapa daerah dan polda setempat sudah memberlakukan keputusan itu. Salah satunya di Jawa Timur.
Mabes Polri berharap keputusan itu menjawab semua pertanyaan masyarakat terkait dengan pembayaran pajak di tengah pandemi virus korona. ”Diharapkan waktu sampai 29 Mei itu dapat dipedomani,” ungkap Asep. ”Itu wujud Polri sangat memahami situasi sekarang. Di mana physical distancing ada keterbatasan ruang gerak masyarakat,” beber perwira menengah Polri dengan tiga kembang di pundak itu.
Tidak hanya sepakat meniadakan denda pajak kendaraan bermotor, penanganan tindak pidana selama virus Corona mewabah juga semakin selektif. Menurut Asep, pihaknya berusaha sebaik mungkin supaya menahan laju pertumbuhan jumlah tahanan di rumah tahanan (rutan). ”Secara khusus yang berhubungan dengan penentuan penahanan, proses penyidikan itu dijadikan sebagai upaya terakhir,” jelas dia.
Keterangan tersebut ditegaskan kembali oleh Asep dengan menyebutkan bahwa seluruh penyidik Polri mesti sangat ketat dalam memproses tindak pidana. ”Untuk tidak mudah melakukan penahanan,” ujarnya. Di samping harus menghitung banyak pertimbangan terkait wabah virus korona, mereka juga diminta menjadikan penahanan sebagai jalan terakhir. ”Dikedepankan adalah proses hukum secara normatif,” tambah dia.
Namun demikian, lanjut Asep, proses hukum terhadap para pelaku tindak pinda terkait dengan penanganan wabah virus Corona oleh pemerintah juga tetap berjalan. Dia menyebutkan, sampai kemarin sudah ada 18 kasus yang berhubungan dengan penimbunan masker dan hand sanitizer. ”Dengan 33 tersangka,” imbuhnya. Dari puluhan tersangka itu hanya dua yang ditahan oleh petugas.
Selain penimbunan, termasuk dalam 18 kasus itu tersangka yang dengan sengaja melipatgandakan harga masker dan hand sanitizer. Kasus-kasus tersebut, kata Asep, memang masuk prioritas penanganan Polri saat ini. ”Dalam kasus itu, undang-undang yang dipersangkakan Undang-Undang Perdagangan, Undang-Undang Kesehatan, dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen,” jelasnya.
Sementara itu, kasus hoaks terkait virus Corona yang sudah ditangani oleh Polri sebanyak 70 kasus. Asep menyebutkan, kasus terbanyak berada di Jawa Timur dan Jakarta. Masing-masing sebelas dan sepuluh kasus. Terhadap para pelaku, Polri menjerat mereka dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). (syn/JPG)