MERAUKE- Sejumlah aparat kampung dan masyarakat di wilayah Distrik Okaba, Kabupaten Merauke menolak dengan tegas pelaksanaan ujian bagi siswa kelas VI SD. Penolakan ini beralasan, karena berbulan-bulan tidak ada aktivitas di sekolah tersebut, sehingga jika ujian dilaksanakan maka pasti anak tersebut akan masuk ke SMP sementara tidak tahu membaca. Kepala Distrik Okaba Stevanus Aris Mahuze, S.STP, dihubungi media ini membenarkan bahwa berdasarkan hasil monitoring yang dilakukan pihaknya di 16 satuan pendidikan yang ada di Distrik Okaba yang terdiri dari 1 TK, 11 SD, 2 SMP, 1 SMA dan 1 SMK, pihaknya menemukan beberapa SD yang tidak ada aktivitas belajar mengajar. Sekolah-sekolah tersebut diantaranya SD YPPK Makaling, SD YPK Iwool, SD YPPK Iwool Ye, SD Inpres Wambi, SD YPPK Wambi kampung eks Wambi dan SD YPK Alatep.
‘’Ya, memang masyarakat di beberapa kampung mengecam guru-guru yang tidak ada di kampung sehingga mereka menolak untuk dilaksanakan ujian. Mereka menolak karena menurut masyarakat percuma ada ujian sementara tidak ada proses belajar mengajar selama ini,’’ kata Kadistrik.
Menurut Kadistrik Stevanus Aris Mahuze bahwa penolakan dari para orang tua tersebut karena anak-anak mereka memang tidak bisa membaca. Bahkan dari SMP yang ada di Okaba sudah memberikan warning ke sekolah-sekolah yang ada di Okaba tidak akan menerima lulusan yang tidak bisa membaca untuk masuk SMP. Terkait dengan penolakan tersebut, Stevanus mengaku bahwa tidak gampang untuk menolak kegiatan ujian tersebut.
‘’Belum ada konfirmasi dengan kabupaten apakah tolak atau tidak. Tapi dari beberapa kampung sudah tegas menolak,’’ katanya. Mantan Lurah Kepala Lima Merauke ini mengungkapkan bahwa sekolah-sekolah yang tidak ada proses belajar mengajar tersebut karena guru dan kepala sekolahnya yang tidak ada di tempat. ‘”Kita juga sudah jelaskan ke Inpektorat soal ini dan ada beberapa sekolah yang gurunya dari tahun ke tahun tidak pernah melaksanakan tugas,’’ terangnya.
Ditambahkan, bahwa selama ini Distrik Okaba tidak masuk dalam zona merah Covid-19, sehingga seharusnya proses belajar mengajar tatap muka tetap dilaksanakan dengan protokol kesehatan, seperti yang dilakukan oleh sejumlah sekolah yang masih aktif di Okaba. ‘’Kalau diluar Covid, Okaba sebenarnya bukan pedalaman sekali. Tapi saya melihat ini mental dari guru-gurunya yang memang dari tahun ke tahun tidak ada sanksi yang tegas yang diberikan kepada mereka, sehingga lari-lari dari sekolah jalan terus sampai hari ini,’’ terangnya.
Karena itu, lanjut dia, perlu ada ada sanksi tegas berupa pemecatan terhadap guru yang bertahun-tahun tinggalkan tempat tugas. ‘’Harus ada efek jerah. Kalau tidak ada sanksi tegas, maka kondisi seperti ini akan jalan terus,’’ pungkasnya. (ulo/luc)