26.7 C
Jayapura
Friday, September 29, 2023

Melihat Eksistensi Perahu Perempuan di Danau Sentani

Salah satu ibu, tengah mendayung menggunakan perahu perempuan di Danau Sentani, belum lama ini.

Pembuatan Perahu harus terus Dilakukan, dan Diajarkan kepada Generasi Muda

Perahu perempuan tentu berbeda dengan perahu laki-laki di Danau Sentani. Seperti apa saja fungsi dan bentuk dari perahu perempuan, dan  Bagaimana melestarikan Perahu Perempuan?

Laporan- Roberth Yewen_Jayapura

Terdapat dua jenis perahu tradisional di Danau Sentani, yaitu perahu laki-laki dan perahu perempuan. Perahu laki-laki sangat sederhana namun elegan, bagian bawahnya bulan, sehingga sangat sulit untuk menjaga keseimbangan, kecuali bila telah terlatih sejak kecil.

Perahu laki-laki di Danau Sentani secara tradisonal sangatlah kecil, hanya bisa memuat satu orang, dan tidak stabil di atas air. Terlalu sempit di mana pemakai tidak duduk di antara sisi-sisi perahu melainkan duduk di atasnya. Terkadang satu kaki dijuntaikan ke air untuk dengan maksud membantu menjaga keseimbangan.

Sekarang ini di Sentani, perahu laki-laki mulai sangat sulit ditemukan. Sebab hilangnya perahu laki-laki adalah berubahnya tren transportasi, terlebih fungsi dan nilainya. Kini kaum pria lebih aktif bekerja di Kota daripada di danau, apabila memerlukan sarana transportasi, telah tersedia banyak perahu motor tempel,” kata Peneliti dari Balai Arkeolog Papua, Hari Suroto kepada Cenderawasih Pos, Sabtu (4/4) lalu.

Baca Juga :  Jokowi Lepas Rindu dengan Masyarakat Papua

Pria yang akrab di sapa Suroto ini mengatakan, untuk perahu perempuan sendiri dibuat untuk penumpang berkelompok, sehingga cukup besar. Dekorasinya sederhana, tidak seperti yang ada di pesisir utara. Perahu perempuan secara tradisional biasanya berukuran 4-10 meter dan dibuat dari pohon besi ataupun pohon matoa.

Perahu perempuan pada umumnya sedikit lebih besar dibanding perahu laki-laki dan mampu melabuhkan 1-10 orang penumpang, dan pada waktu yang sama memungkinkan kaum perempuan untuk membawa perlengkapan memancing, wadah air, dan benda-benda berat lainnya.

Perempuan menggunakan perahu ini dalam kehidupan sehari-hari, bahkan bisa dianggap sebagai perlengkapan kerja mereka yang paling penting. Mereka menggunakannya saat mereka menebar atau mengangkat jala ikan, mencari kayu bakar, mengambil air bersih dari tengah danau, mengangkut tepung sagu, atau kerja ditempat lain.

“Perahu perempuan dimiliki oleh setiap keluarga di kampung, bahkan bisa lebih dari satu tergantung pada tuntutan kerja para wanita di keluarga tersebut,” ucapnya.

Baca Juga :  Refocusing Akan Pengaruhi Akselerasi Program Pemot

Suroto mengatakan, tiap perahu memiliki motif yang berbeda-beda, seperti ikan, buaya, kadal, burung, nama, terkadang tanggal pembuatan, diukir diatasnya. Beberapa nama perahu perempuan Sentani yaitu, Nakoro Ya yang berarti Biarkan Aku Sendiri. Satunya lagi adalah Mal Nip yang berarti ‘Cara Mencapai Tempat.   “Saat ini, laki-laki juga menggunakan perahu perempuan untuk beraktivitas, meski seharusnya perempuanlah yang melakukan sebagian besar perjalanan dengan perahu tersebut,” ujarnya.

Untuk melestarikan perahu perempuan dan laki-laki, maka pembuatan perahu harus sering dilakukan, perahu harus sering digunakan, terus pengetahuan pembuatan perahu harus terus diajarkan kepada generasi muda.

Selain itu, perlu penelitian dan pendokumentasian secara lengkap tentang perahu Sentani. Hasil penelitian perahu Sentani dapat dibuat buku ajar muatan lokal di sekolah dan film dokumenter tentang perahu Danau Sentani perlu dipublikasikan diberbagai macam media, baik televisi, media sosial, seperti YouTube, Facebook, dan Instagram.  (*/wen)

Salah satu ibu, tengah mendayung menggunakan perahu perempuan di Danau Sentani, belum lama ini.

Pembuatan Perahu harus terus Dilakukan, dan Diajarkan kepada Generasi Muda

Perahu perempuan tentu berbeda dengan perahu laki-laki di Danau Sentani. Seperti apa saja fungsi dan bentuk dari perahu perempuan, dan  Bagaimana melestarikan Perahu Perempuan?

Laporan- Roberth Yewen_Jayapura

Terdapat dua jenis perahu tradisional di Danau Sentani, yaitu perahu laki-laki dan perahu perempuan. Perahu laki-laki sangat sederhana namun elegan, bagian bawahnya bulan, sehingga sangat sulit untuk menjaga keseimbangan, kecuali bila telah terlatih sejak kecil.

Perahu laki-laki di Danau Sentani secara tradisonal sangatlah kecil, hanya bisa memuat satu orang, dan tidak stabil di atas air. Terlalu sempit di mana pemakai tidak duduk di antara sisi-sisi perahu melainkan duduk di atasnya. Terkadang satu kaki dijuntaikan ke air untuk dengan maksud membantu menjaga keseimbangan.

Sekarang ini di Sentani, perahu laki-laki mulai sangat sulit ditemukan. Sebab hilangnya perahu laki-laki adalah berubahnya tren transportasi, terlebih fungsi dan nilainya. Kini kaum pria lebih aktif bekerja di Kota daripada di danau, apabila memerlukan sarana transportasi, telah tersedia banyak perahu motor tempel,” kata Peneliti dari Balai Arkeolog Papua, Hari Suroto kepada Cenderawasih Pos, Sabtu (4/4) lalu.

Baca Juga :  Jangan Lupa! Selain PON Juga Ada Peparnas

Pria yang akrab di sapa Suroto ini mengatakan, untuk perahu perempuan sendiri dibuat untuk penumpang berkelompok, sehingga cukup besar. Dekorasinya sederhana, tidak seperti yang ada di pesisir utara. Perahu perempuan secara tradisional biasanya berukuran 4-10 meter dan dibuat dari pohon besi ataupun pohon matoa.

Perahu perempuan pada umumnya sedikit lebih besar dibanding perahu laki-laki dan mampu melabuhkan 1-10 orang penumpang, dan pada waktu yang sama memungkinkan kaum perempuan untuk membawa perlengkapan memancing, wadah air, dan benda-benda berat lainnya.

Perempuan menggunakan perahu ini dalam kehidupan sehari-hari, bahkan bisa dianggap sebagai perlengkapan kerja mereka yang paling penting. Mereka menggunakannya saat mereka menebar atau mengangkat jala ikan, mencari kayu bakar, mengambil air bersih dari tengah danau, mengangkut tepung sagu, atau kerja ditempat lain.

“Perahu perempuan dimiliki oleh setiap keluarga di kampung, bahkan bisa lebih dari satu tergantung pada tuntutan kerja para wanita di keluarga tersebut,” ucapnya.

Baca Juga :  Wulf Horota Siap Bersaing Dapatkan Tempat Utama

Suroto mengatakan, tiap perahu memiliki motif yang berbeda-beda, seperti ikan, buaya, kadal, burung, nama, terkadang tanggal pembuatan, diukir diatasnya. Beberapa nama perahu perempuan Sentani yaitu, Nakoro Ya yang berarti Biarkan Aku Sendiri. Satunya lagi adalah Mal Nip yang berarti ‘Cara Mencapai Tempat.   “Saat ini, laki-laki juga menggunakan perahu perempuan untuk beraktivitas, meski seharusnya perempuanlah yang melakukan sebagian besar perjalanan dengan perahu tersebut,” ujarnya.

Untuk melestarikan perahu perempuan dan laki-laki, maka pembuatan perahu harus sering dilakukan, perahu harus sering digunakan, terus pengetahuan pembuatan perahu harus terus diajarkan kepada generasi muda.

Selain itu, perlu penelitian dan pendokumentasian secara lengkap tentang perahu Sentani. Hasil penelitian perahu Sentani dapat dibuat buku ajar muatan lokal di sekolah dan film dokumenter tentang perahu Danau Sentani perlu dipublikasikan diberbagai macam media, baik televisi, media sosial, seperti YouTube, Facebook, dan Instagram.  (*/wen)

spot_img
spot_img

Artikel Terkait

spot_img
spot_img
spot_img

Terpopuler

Titik Panas di Merauke Terus Meningkat

Sembilan Warga Kampung Yapimakot Dievakuasi

Warga Masih Anggap Biasa Penyakit Kusta

Artikel Terbaru

spot_img