25.7 C
Jayapura
Wednesday, October 4, 2023

Hazmat Harus Warna Terang dengan Lubang 0,2–0,54 Mikron

Mengenal Standar APD untuk Tenaga Kesehatan Covid-19

Menggalakkan pembuatan APD secara home industry memang baik karena banyak tenaga kesehatan (nakes) yang tengah membutuhkan. Namun, niat baik itu bisa mematikan jika pembuatan tidak sesuai standar. Memungkinkan virus bisa masuk.

BAYU PUTRA, SEPTINDA AYU, Jakarta, Surabaya, Jawa Pos

Gelombang masyarakat untuk memberikan sumbangan alat pelindung diri (APD) terus mengalir. Salah satu yang banyak diberikan adalah baju hazmat. Sekretaris Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Arianti Anaya mengatakan, baju hazmat harus dibuat sesuai dengan standar WHO. Baju tidak bisa dijahit sembarangan. ”Ada teknisnya. Tidak boleh lubang jarum besar. Lubang tidak lebih dari 0,2–0,54 mikron,” ujarnya.

Baju hazmat coverall memiliki spesifikasi menutup kepala hingga kaki. Penggunaannya sangat penting disesuaikan dengan tingkat risiko penularan. ”Jika bekerja di area dengan infeksi yang sangat tinggi, tenaga kesehatan diharuskan menggunakan coverall yang mampu menahan cairan, darah, droplet, dan aerosol,” ujar Arianti.

Kepala Gugus Tugas Penanganan Covid-19, Doni Monardo mengatakan, pemerintah tidak melarang masyarakat yang punya semangat membantu tenaga medis mendapatkan APD. Namun, bagaimanapun, dokter dan perawat yang bersinggungan langsung dengan Covid-19 harus mendapatkan yang sesuai. ’’Di luar yang WHO itu mungkin bisa diberikan kepada selain dokter dan perawat yang berada di garis terdepan,’’ lanjutnya.

Hingga akhir pekan lalu, Gugus Tugas Penanganan Covid-19 sudah mendatangkan 1.110.000 setel baju hazmat. Seluruhnya berstandar WHO yang bahan bakunya didatangkan dari Korsel. Dari jumlah tersebut, 1.046.000 setel telah didistribusikan. Sisanya, 64 ribu setel, masih tersimpan di gudang gugus tugas sebagai cadangan.

Doni menjelaskan, Indonesia memang bekerja sama dengan Korsel terkait produksi baju hazmat. Korsel bertindak sebagai pemasok bahan baku sekaligus pengekspor. Sementara itu, Indonesia berperan sebagai pembuatnya. ’’Ke depan, berapa pun bahan baku yang dipasok Korea Selatan, kita boleh membeli separonya,’’ terang Doni.

Hal itu terjadi lantaran Indonesia memang tidak memiliki bahan baku. Sementara itu, Korsel tidak memiliki sumber daya untuk produksi. Dengan kerja sama tersebut, hak penjualan tetap ada di Korsel. Indonesia membeli bentuk jadi dengan harga per unit USD 44 atau Rp 690 ribu (kurs Rp 15.690).

Di Indonesia, rumah sakit yang menjadi rujukan Covid-19 sebanyak 668 unit. Terdiri atas, 136 RS yang mendapat SK Kemenkes serta 532 RS yang mendapat SK gubernur, bupati, dan wali kota. Doni tidak menampik bahwa masih ada RS yang kekurangan APD. Karena itu, dia meminta gugus tugas di daerah untuk lebih detail dalam perencanaan. Setiap ada pengiriman APD dari pusat, harus sudah ada rencana detail mengenai RS mana yang mendapatkan prioritas pengiriman.

Bila masih ada asosiasi dokter yang memerlukan APD, baik umum maupun spesialis, pihaknya menjamin akan mengirim. ’’Apabila bantuan yang telah disalurkan ternyata masih kurang, bisa berhubungan langsung dengan gugus tugas,’’ tambahnya.

Baca Juga :  Masih Pincang

Ketua Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 Jawa Timur dr Joni Wahyuhadi SpBS (K) mengatakan, banyak sekali donatur yang berniat baik memberikan bantuan APD untuk kebutuhan para nakes. Sejauh ini, para donatur selalu mengonfirmasi jenis yang dibutuhkan, termasuk standardisasinya. ”Kemudian, bantuan yang diterima dicocokkan sesuai dengan pedoman standar Covid-19. Apakah APD tersebut cocok untuk tingkat perlindungan I, II, III, dan seterusnya,” katanya.

Direktur utama (Dirut) RSUD dr Soetomo itu menuturkan, setiap APD disesuaikan dengan tingkat penanganannya. Misalnya, tidak mungkin masker bedah 2 ply atau 3 ply digunakan untuk menangani langsung pasien terkonfirmasi positif Covid-19. ”Ada konfirmasi APD level mana yang diberikan untuk para nakes. Pedoman itulah yang harus diterapkan,” ujarnya.

Rekomendasi APD berdasar tingkat perlindungan harus tepat. Joni menjelaskan, tingkat perlindungan I untuk kelompok masyarakat umum cukup menggunakan masker 2 ply, masker kain, atau masker bedah 3 ply. Kelompok lain seperti cleaning service, satpam, petugas administrasi, dan pendamping orang sakit cukup masker 2 ply/3 ply dan sarung tangan kerja (bukan sarung tangan karet sekali pakai).

Begitu juga dokter dan perawat di tempat praktik yang pekerjaannya tidak menimbulkan aerosol. Mereka cukup menggunakan masker bedah 3 ply dan sarung tangan sekali pakai. Sopir ambulans ketika bertugas menaikkan dan menurunkan pasien Covid-19 menggunakan masker bedah 3 ply, sarung tangan plastik sekali pakai, dan gown. ”Sopir ambulans yang tidak kontak langsung dengan pasien cukup menggunakan masker bedah 3 ply,” katanya.

Kemudian, APD tingkat perlindungan II untuk kelompok dokter dan perawat di ruang poliklinik, pemeriksaan pasien dengan gejala infeksi saluran pernapasan, standarnya masker bedah 3 ply, gown, sarung tangan karet, dan pelindung mata. Begitu juga dokter dan perawat di ruang perawatan pasien maupun yang bertugas sebagai laboran pengambilan sampel non pernapasan.

Sementara itu, APD di tingkat perlindungan III adalah tenaga kesehatan yang berhadapan langsung dengan pasien Covid-19. Termasuk petugas cleaning service yang membersihkan ruangan pasien Covid-19. Mereka harus menggunakan APD lengkap. Cleaning service di tingkat perlindungan III harus memakai masker bedah, gown, pelindung mata, dan sarung tangan kerja berat.

Dokter dan perawat pada level perlindungan III harus menggunakan masker N95, gown coverall, bot, pelindung mata, sarung tangan bedah karet, headcap, dan apron. ”Setiap APD tersebut nanti harus disesuaikan dengan level perlindungannya agar nakes tetap aman,” ujarnya.

Joni mengatakan, masker bedah berfungsi melindungi pengguna dari partikel yang dibawa melalui udara, droplet, cairan, virus, atau bakteri. Material standar yang digunakan adalah nonwoven, spunbond meltblown spunbond (SMS), dan spunbond meltblown meltblown spunbond (SMMS). Digunakan sekali pakai. ”Masker bedah tidak direkomendasikan untuk penanganan langsung pasien terkonfirmasi Covid-19,” jelasnya.

Baca Juga :  Jangan Sampai PON Jadi Klaster Penyebaraan Covid-19

Sementara itu, respirator N95 berguna untuk melindungi nakes dengan menyaring atau menahan cairan, darah, aerosol (partikel padat di udara), bakteri, dan virus. Material harus terbuat dari 4–5 lapisan (lapisan luar polypropylene, lapisan tengah electrete, charged polypropylene). Respirator yang bisa digunakan adalah N95 atau filtering face piece (FFP2). ”Masker ini memiliki filtrasi lebih baik daripada masker bedah. Dan direkomendasikan dalam penanganan langsung pasien terkonfirmasi Covid-19,” ujarnya.

Selain itu, face shield (pelindung wajah). Penanganan Covid-9 membutuhkan face shield untuk melindungi mata dan wajah nakes dari percikan cairan atau darah dan droplet. Standar material face shield terbuat dari plastik bening yang dapat memberikan visibilitas yang baik bagi pemakainya maupun pasien. Frekuensi penggunaannya sekali pakai atau dapat digunakan lagi setelah dilakukan disinfeksi. ”Face shield ini disarankan harus tahan terhadap uap air,” kata Joni.

Sarung tangan pun dibedakan untuk pemeriksaan pasien Covid-19 maupun tindakan bedah. Sarung tangan pemeriksaan digunakan untuk melindungi tangan nakes dari persebaran infeksi atau penyakit selama pelaksanaan pemeriksaan atau prosedur medis. Sarung tangan terbuat dari nitrile, lateks, dan isoprene. Sekali pakai.

Sarung tangan harus bebas dari tepung dan memiliki cuff yang panjang melewati pergelangan tangan (minimum 230 mm, ukuran S, M, L). Sementara itu, sarung tangan bedah memiliki fungsi yang sama dengan sarung pemeriksaan. Bahan yang digunakan sama. ”Desain bagian pergelangan tangan harus dapat menutup rapat tanpa kerutan,” ujarnya.

Joni menambahkan, gaun sekali pakai juga dibutuhkan para nakes untuk melindungi diri dari persebaran infeksi. Material yang sesuai standar terbuat dari nonwoven, serat sintetik (polypropylene, polyester, polyethylene, dupont tyvek). Berwarna terang/cerah agar jika terdapat kontaminan dapat terdeteksi dengan mudah. Tahan terhadap penetrasi cairan darah dan tubuh maupun virus. ”Panjang gaun setengah betis untuk menutupi bagian atas sepatu bot,” katanya.

Begitu juga coverall medis. Joni menjelaskan, coverall medis berguna untuk melindungi nakes dari persebaran infeksi secara menyeluruh. Mulai kepala, punggung, hingga tungkai bawah tertutup. Materialnya harus sesuai dengan standar. Yakni, nonwoven, serat sintetik (polypropylene, polyester, polyethylene, dupont tyvek) dengan pori-pori 0,2 sampai 0,54 mikron (microphorous). Berwarna terang. ”Harus tahan terhadap penetrasi cairan, darah, virus, aerosol, airbone, dan partikel padat,” ujarnya.

Selain itu, APD yang dibutuhkan adalah heavy duty apron. Material yang digunakan harus 100 persen polyester dengan lapisan PVC atau 100 persen karet atau bahan tahan air. Apron didesain lurus dengan kain penutup dada. Juga, harus tahan air dengan jahitan tali pengikat leher dan punggung. Berat minimal 300 gram/m2. Covering size, lebar 70–90 sentimeter, dan tinggi 120–150 sentimeter. ”Bisa sekali pakai atau digunakan lagi setelah dilakukan disinfeksi,” kata dia. (lyn/c7/ayi/JPG)

Mengenal Standar APD untuk Tenaga Kesehatan Covid-19

Menggalakkan pembuatan APD secara home industry memang baik karena banyak tenaga kesehatan (nakes) yang tengah membutuhkan. Namun, niat baik itu bisa mematikan jika pembuatan tidak sesuai standar. Memungkinkan virus bisa masuk.

BAYU PUTRA, SEPTINDA AYU, Jakarta, Surabaya, Jawa Pos

Gelombang masyarakat untuk memberikan sumbangan alat pelindung diri (APD) terus mengalir. Salah satu yang banyak diberikan adalah baju hazmat. Sekretaris Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Arianti Anaya mengatakan, baju hazmat harus dibuat sesuai dengan standar WHO. Baju tidak bisa dijahit sembarangan. ”Ada teknisnya. Tidak boleh lubang jarum besar. Lubang tidak lebih dari 0,2–0,54 mikron,” ujarnya.

Baju hazmat coverall memiliki spesifikasi menutup kepala hingga kaki. Penggunaannya sangat penting disesuaikan dengan tingkat risiko penularan. ”Jika bekerja di area dengan infeksi yang sangat tinggi, tenaga kesehatan diharuskan menggunakan coverall yang mampu menahan cairan, darah, droplet, dan aerosol,” ujar Arianti.

Kepala Gugus Tugas Penanganan Covid-19, Doni Monardo mengatakan, pemerintah tidak melarang masyarakat yang punya semangat membantu tenaga medis mendapatkan APD. Namun, bagaimanapun, dokter dan perawat yang bersinggungan langsung dengan Covid-19 harus mendapatkan yang sesuai. ’’Di luar yang WHO itu mungkin bisa diberikan kepada selain dokter dan perawat yang berada di garis terdepan,’’ lanjutnya.

Hingga akhir pekan lalu, Gugus Tugas Penanganan Covid-19 sudah mendatangkan 1.110.000 setel baju hazmat. Seluruhnya berstandar WHO yang bahan bakunya didatangkan dari Korsel. Dari jumlah tersebut, 1.046.000 setel telah didistribusikan. Sisanya, 64 ribu setel, masih tersimpan di gudang gugus tugas sebagai cadangan.

Doni menjelaskan, Indonesia memang bekerja sama dengan Korsel terkait produksi baju hazmat. Korsel bertindak sebagai pemasok bahan baku sekaligus pengekspor. Sementara itu, Indonesia berperan sebagai pembuatnya. ’’Ke depan, berapa pun bahan baku yang dipasok Korea Selatan, kita boleh membeli separonya,’’ terang Doni.

Hal itu terjadi lantaran Indonesia memang tidak memiliki bahan baku. Sementara itu, Korsel tidak memiliki sumber daya untuk produksi. Dengan kerja sama tersebut, hak penjualan tetap ada di Korsel. Indonesia membeli bentuk jadi dengan harga per unit USD 44 atau Rp 690 ribu (kurs Rp 15.690).

Di Indonesia, rumah sakit yang menjadi rujukan Covid-19 sebanyak 668 unit. Terdiri atas, 136 RS yang mendapat SK Kemenkes serta 532 RS yang mendapat SK gubernur, bupati, dan wali kota. Doni tidak menampik bahwa masih ada RS yang kekurangan APD. Karena itu, dia meminta gugus tugas di daerah untuk lebih detail dalam perencanaan. Setiap ada pengiriman APD dari pusat, harus sudah ada rencana detail mengenai RS mana yang mendapatkan prioritas pengiriman.

Bila masih ada asosiasi dokter yang memerlukan APD, baik umum maupun spesialis, pihaknya menjamin akan mengirim. ’’Apabila bantuan yang telah disalurkan ternyata masih kurang, bisa berhubungan langsung dengan gugus tugas,’’ tambahnya.

Baca Juga :  Jangan Sampai PON Jadi Klaster Penyebaraan Covid-19

Ketua Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 Jawa Timur dr Joni Wahyuhadi SpBS (K) mengatakan, banyak sekali donatur yang berniat baik memberikan bantuan APD untuk kebutuhan para nakes. Sejauh ini, para donatur selalu mengonfirmasi jenis yang dibutuhkan, termasuk standardisasinya. ”Kemudian, bantuan yang diterima dicocokkan sesuai dengan pedoman standar Covid-19. Apakah APD tersebut cocok untuk tingkat perlindungan I, II, III, dan seterusnya,” katanya.

Direktur utama (Dirut) RSUD dr Soetomo itu menuturkan, setiap APD disesuaikan dengan tingkat penanganannya. Misalnya, tidak mungkin masker bedah 2 ply atau 3 ply digunakan untuk menangani langsung pasien terkonfirmasi positif Covid-19. ”Ada konfirmasi APD level mana yang diberikan untuk para nakes. Pedoman itulah yang harus diterapkan,” ujarnya.

Rekomendasi APD berdasar tingkat perlindungan harus tepat. Joni menjelaskan, tingkat perlindungan I untuk kelompok masyarakat umum cukup menggunakan masker 2 ply, masker kain, atau masker bedah 3 ply. Kelompok lain seperti cleaning service, satpam, petugas administrasi, dan pendamping orang sakit cukup masker 2 ply/3 ply dan sarung tangan kerja (bukan sarung tangan karet sekali pakai).

Begitu juga dokter dan perawat di tempat praktik yang pekerjaannya tidak menimbulkan aerosol. Mereka cukup menggunakan masker bedah 3 ply dan sarung tangan sekali pakai. Sopir ambulans ketika bertugas menaikkan dan menurunkan pasien Covid-19 menggunakan masker bedah 3 ply, sarung tangan plastik sekali pakai, dan gown. ”Sopir ambulans yang tidak kontak langsung dengan pasien cukup menggunakan masker bedah 3 ply,” katanya.

Kemudian, APD tingkat perlindungan II untuk kelompok dokter dan perawat di ruang poliklinik, pemeriksaan pasien dengan gejala infeksi saluran pernapasan, standarnya masker bedah 3 ply, gown, sarung tangan karet, dan pelindung mata. Begitu juga dokter dan perawat di ruang perawatan pasien maupun yang bertugas sebagai laboran pengambilan sampel non pernapasan.

Sementara itu, APD di tingkat perlindungan III adalah tenaga kesehatan yang berhadapan langsung dengan pasien Covid-19. Termasuk petugas cleaning service yang membersihkan ruangan pasien Covid-19. Mereka harus menggunakan APD lengkap. Cleaning service di tingkat perlindungan III harus memakai masker bedah, gown, pelindung mata, dan sarung tangan kerja berat.

Dokter dan perawat pada level perlindungan III harus menggunakan masker N95, gown coverall, bot, pelindung mata, sarung tangan bedah karet, headcap, dan apron. ”Setiap APD tersebut nanti harus disesuaikan dengan level perlindungannya agar nakes tetap aman,” ujarnya.

Joni mengatakan, masker bedah berfungsi melindungi pengguna dari partikel yang dibawa melalui udara, droplet, cairan, virus, atau bakteri. Material standar yang digunakan adalah nonwoven, spunbond meltblown spunbond (SMS), dan spunbond meltblown meltblown spunbond (SMMS). Digunakan sekali pakai. ”Masker bedah tidak direkomendasikan untuk penanganan langsung pasien terkonfirmasi Covid-19,” jelasnya.

Baca Juga :  UMKM Diharap Manfaatkan Media Sosial untuk Sarana Publikasi

Sementara itu, respirator N95 berguna untuk melindungi nakes dengan menyaring atau menahan cairan, darah, aerosol (partikel padat di udara), bakteri, dan virus. Material harus terbuat dari 4–5 lapisan (lapisan luar polypropylene, lapisan tengah electrete, charged polypropylene). Respirator yang bisa digunakan adalah N95 atau filtering face piece (FFP2). ”Masker ini memiliki filtrasi lebih baik daripada masker bedah. Dan direkomendasikan dalam penanganan langsung pasien terkonfirmasi Covid-19,” ujarnya.

Selain itu, face shield (pelindung wajah). Penanganan Covid-9 membutuhkan face shield untuk melindungi mata dan wajah nakes dari percikan cairan atau darah dan droplet. Standar material face shield terbuat dari plastik bening yang dapat memberikan visibilitas yang baik bagi pemakainya maupun pasien. Frekuensi penggunaannya sekali pakai atau dapat digunakan lagi setelah dilakukan disinfeksi. ”Face shield ini disarankan harus tahan terhadap uap air,” kata Joni.

Sarung tangan pun dibedakan untuk pemeriksaan pasien Covid-19 maupun tindakan bedah. Sarung tangan pemeriksaan digunakan untuk melindungi tangan nakes dari persebaran infeksi atau penyakit selama pelaksanaan pemeriksaan atau prosedur medis. Sarung tangan terbuat dari nitrile, lateks, dan isoprene. Sekali pakai.

Sarung tangan harus bebas dari tepung dan memiliki cuff yang panjang melewati pergelangan tangan (minimum 230 mm, ukuran S, M, L). Sementara itu, sarung tangan bedah memiliki fungsi yang sama dengan sarung pemeriksaan. Bahan yang digunakan sama. ”Desain bagian pergelangan tangan harus dapat menutup rapat tanpa kerutan,” ujarnya.

Joni menambahkan, gaun sekali pakai juga dibutuhkan para nakes untuk melindungi diri dari persebaran infeksi. Material yang sesuai standar terbuat dari nonwoven, serat sintetik (polypropylene, polyester, polyethylene, dupont tyvek). Berwarna terang/cerah agar jika terdapat kontaminan dapat terdeteksi dengan mudah. Tahan terhadap penetrasi cairan darah dan tubuh maupun virus. ”Panjang gaun setengah betis untuk menutupi bagian atas sepatu bot,” katanya.

Begitu juga coverall medis. Joni menjelaskan, coverall medis berguna untuk melindungi nakes dari persebaran infeksi secara menyeluruh. Mulai kepala, punggung, hingga tungkai bawah tertutup. Materialnya harus sesuai dengan standar. Yakni, nonwoven, serat sintetik (polypropylene, polyester, polyethylene, dupont tyvek) dengan pori-pori 0,2 sampai 0,54 mikron (microphorous). Berwarna terang. ”Harus tahan terhadap penetrasi cairan, darah, virus, aerosol, airbone, dan partikel padat,” ujarnya.

Selain itu, APD yang dibutuhkan adalah heavy duty apron. Material yang digunakan harus 100 persen polyester dengan lapisan PVC atau 100 persen karet atau bahan tahan air. Apron didesain lurus dengan kain penutup dada. Juga, harus tahan air dengan jahitan tali pengikat leher dan punggung. Berat minimal 300 gram/m2. Covering size, lebar 70–90 sentimeter, dan tinggi 120–150 sentimeter. ”Bisa sekali pakai atau digunakan lagi setelah dilakukan disinfeksi,” kata dia. (lyn/c7/ayi/JPG)

spot_img
spot_img

Artikel Terkait

spot_img
spot_img
spot_img

Terpopuler

spot_img

Artikel Terbaru

spot_img