JAYAPURA – Upaya mendorong pembangunan berkelanjutan rendah karbon dilakukan dengan menjaring sejumlah aspirasi dan usulan dari berbagai kalangan. Kegiatan Kemitraan ini merangkum banyak konsep bagaimana menyiapkan draf yang nantinya diusulkan kepada pemerintah dalam penerapan pembangunan yang lebih arif berkaitan dengan lingkungan.
Acara dialog ini diikuti sejumlah pegiat lingkungan, mitra pembangunan, NGO dan juga jurnalis di Jayapura. Naftali Tangkepayung selaku Konsultan Pembangunan Rendah Karbon Papua untuk Kemitraan menjelaskan bahwa dialog dilakukan untuk mendukung upaya pemerintah dalam mengakselerasi pembangunan rendah karbon.
Kata Naftali, pembangunan rendah karbon sendiri masuk pembangunan berkelanjutan yang menjadi amanat PBB yang kemudian diadopsi. Provinsi Papua sendiri dijelaskan telah memiliki dokumen Rencana Pembangunan Rendah Karbon Daerah atau RPRKD yang disesuaikan dengan melihat dinamika nasional.
“Termasuk diantaranya soal target emisi. Papua sendiri dijelaskan adalah salah satu provinsi yang menjadiu pilot project untuk pembangunan rendah karbon di Indonesia,” beber Lie di Hotel Fox, Jayapura, Rabu (30/8).
Dari berbagai usulan yang disampaikan kepada Kemitraan diharapkan ada isu kearifan lokal dalam konteks Papua yang diakomodir. “Ini tahun ke-2 dengan nama program ‘berkilau’. Yang kami harap ini menjadi masukan bagi tim pokja untuk menyusun dan menambah konten pada strategi implementasi,” tambahnya.
Kemitraan juga berharap masukan Rencana Pembangunan Rendah Karbon Dalam dokumen itu (RPRKD) dapat menyentuh hingga ke tingkat kampung sehingga SK Gubernur Nomor 22 yang telah menetapkan rencana pembangunan rendah karbon hingga 2030 dan direvisi hingga 2060 bisa diterapkan sesuai isu yang diperoleh.
Naftali memamparkan kesimpulan yang dihasilkan adalah mendorong isu Gender Equality, Disability, and Social Inclusion (GEDSI) dalam RPRKD Papua, perlunya sosialisasi isi dokumen RPRKD secara masif, adanya model Perhutanan Sosial sebagai salah satu kegiatan yang mendukung PRK di Papua, kegiatan pemetaan wilayah adat dan advokasi Masyarakat Hukum Adat (MHA) untuk mendorong pengakuan dan pemberdayaan MHA, dan prnting untuk mendorong inisiatif-inisiatif ekonomi masyarakat berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu (NTFP) sebagai bagian dari strategi PRK Papua.
Lainnya, dalam penyusunan dokumen rencana pembangunan daerah yang hijau, pelibatan komunitas masyarakat adat dan anak muda dalam edukasi dan kegiatan bersama dengan model partisipatif seperti Menoken. “Kami melihat pemerintah juga perlu berkolaborasi dengan mitra pembangunan / NGO, anak muda dan Jurnalis Media ” tutupnya. (ade/tri)