Bincang-bincang dengan Jubir Satgas Covid 19 Provinsi Papua, dr. Silwanus Sumule
Badai pandemi Covid 19 masih terus menyerang dunia. Termasuk pula di Indonesia, khususnya di Papua, tren kasus positif masih terus meningkat. Lantas bagaimana seharusnya Pemprov Papua harus bertindak? Berikut laporan Cenderawasih Pos
Laporan: GRATIANUS SILAS, Jayapura
Ketimbang Lockdown dengan menutup semua akses di suatu daerah, maka kebijakan pembatasan sosial dinilai masih memberikan toleransi, sehingga aktivitas sosial dan perekonomian tetap berjalan, namun dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan yang dirilis pemerintah.
Namun, jikalau berkaca dari pantauan di lapangan, dalam masa Covid 19 ini, baik di Indonesia secara umum maupun di Papua secara khususnya, penerapan kebijakan pembatasan sosial masih menemui berbagai tantangan.
Di sisi lain, berkaca pada sistem penanganan Covid 19 di Vietnam, hingga kini belum ada satupun pasien meninggal akibat Covid 19 di sana. Menurut Juru Bicara Satgas Covid 19 Provinsi Papua, dr. Silwanus Sumule, terdapat sejumlah langkah yang diterapkan Vietnam dalam penanganan Covid 19 di negaranya.
“Pertama, sejak 1 Februari 2020, mereka (Pemerintah Vietnam) membatasi atau menghentikan penerbangan dari dan ke Tiongkok, terlebih karena Vietnam – Tiongkok yang jaraknya dekat. Kedua, seluruh warga yang datang dari luar negeri, wajib tinggal (isolasi/karantina) di kamp. militer Vietnam,” bebernya. Ketiga, tingginya disiplin masyarakat dalam karantina wilayah maupun physical distancing. Keempat, penilaian terhadap infeksi pasien.
Kata dr. Sumule, poin keempat telah dicontoh dan diterapkan di Papua yang berhasil meningkatkan angka kesembuhan dan menekan angka kematian, karena melakukan penilaian terhadap kondisi pasien sejak dini.
“Dengan kita menilai kondisi pasien sedini mungkin, ketika pasien ditemukan dalam sakit ringan, maka kita bisa menanganinya. Ini salah satu praktek baik di Vietnam yang dicontoh di Papua, yakni sedini mungkin menemukan kasus Covid 19 untuk kemudian ditangani dengan baik, sehingga pasien bisa sembuh. Dengan demikian, di Papua, angka kesembuhan kita bisa meningkat dan angka kematian ditekan, di mana tidak ada penambahan dalam 2 – 3 minggu belakangan ini,” jelasnya.
Sedangkan, perihal prediksi KSP (Kantor Staf Presiden) bahwa pada Mei mendatang, kasus Covid 19 mulai menurun, dr. Sumule menyebutkan bahwa prediksi tersebut bersifat general se-Indonesia. Itupun juga kalau PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) diterapkan secara efektif.
“Sementara kalau di provinsi Papua, sebagaimana disampaikan Wakil Gubernur Klemen Tinal, diprediksi bahwa peak (puncak) kasus Covid 19 ini akan terjadi pada Juni mendatang. Dan setelah itu, angkanya akan menurun,” terangnya.
“Namun, dengan catatan, kita tetap lakukan social distancing dan physical distancing. Sebab, kalau kita longgarkan sedikit saja, maka angkanya itu bukan malah berkurang, melainkan meningkat lagi hingga jumlahnya semakin tinggi,” sambungnya.
Lebih detail mengenai pembatasan sosial di tengah kurangnya ketaatan masyarakat ini, dr. Sumule menerangkan bahwa pada dasarnya, tertuang dalam Surat Edaran Gubernur Nomor 440/4637/SET (bagian II, poin 1 huruf d) tentang pencegahan, pengendalian, dan penanggulangan Covid 19 di Papua, maka bagi siapa saja yang tidak mengindahkan anjuran pembatasan sosial, dapat ditindak hukum.
“Tapi, itu kalau bicara Vietnam. Sebaliknya, kita di Papua masih tetap mengedepankan upaya preventif, tetap memberikan edukasi bagi masyarakat. Karena apapun yang kita buat intinya adalah kesadaran masyarakat. Terlebih masyarakat kita yang sudah dewasa,” pungkasnya.(*/wen)