31.7 C
Jayapura
Wednesday, June 7, 2023

Kondisi Hutan di Pasir VI Mengkhawatirkan

Kadishut Papua: Tidak Bisa Imbauan, Harus Ada Tindakan Tegas

JAYAPURA –  Meski selama ini upaya untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait bencana ekologi terus dilakukan namun pada kenyataannya  di lapangan kondisi tersebut tak memberi banyak perubahan.

Masyarakat di Kota  Jayapura sebelumnya masih kerap mengeluhkan sulitnya mendapatkan air bersih namun disatu sisi penebangan dan perambahan terus dilakukan. Jika sebelumnya hutan Angkasa yang disorot oleh penggiat lingkungan terkait kawasan penyangga Cycloop yang rusak, kini kawasan lainnya yakni hutan di Pasir VI, ikut terjamah.

Di lokasi ini tak jauh beda dengan di Angkasa dimana setiap hari ada saja warga yang melakukan penebangan pohon. Kayu – kayunya selain digunakan untuk kebutuhan membangun rumah tapi ada juga yang dijual sebagai kayu bakar. “Kami kaget saja sebab tahun 2019 lalu ketika dilakukan kegiatan Festival Cycloop di lokasi ini, kondisi hutannya masih baik. Kalaupun ada yang ditebang waktu itu untuk kepentingan pelebaran jalan, tapi saat ini banyak pohon – pohon besar yang ditebang,” kata Qodri, salah satu penggiat lingkungan di Jayapura belum lama ini.

Baca Juga :  Belum Ada Kesepakatan Pengelolaan PPI Hamadi

Apalagi menurut Qodri dalam Festival Cycloop perdana tersebut sempat dibuat ritual oleh masyarakat adat yang isinya hutan di lokasi Pasir VI   harus dijaga dan tak boleh ditebang sembarang. “Jadi ketika itu ritual dipimpin langsung Ondoafi pak Gustaf Toto, jadi bagi siapa yang menebang sembarang akan terkena sanksi dari alam. Tapi aktifitas penebangan terus saja terjadi,” bebernya. Senada disampaikan Ronie Stenly yang mengaku prihatin karena melihat banyak kayu gelondongan yang diparkir di pinggir jalan.

“Kami pikir jika berbicara soal bencana ekologi itu sangat memungkinkan karena memang ulah manusia sendiri. Kalau selama ini banyak yang mengeluh kesulitan air, Jayapura kini lebih panas ya itu bagian awal dari bencana ekologi tadi,” sindirnya. Ia menyebut di bagian atas Pasir VI banyak ditemui kebun – kebun milik warga. “Kami pikir dulu pernah ketika awal pandemi covid 19 ada instruksi untuk kembali ke kebun. Hanya kebunnya ini tidak ditunjuk daerah mana akhirnya penyampaian itu bias dan warga nampaknya secara sporadis menggarap lahan seenaknya,” sindir Ronie.

Baca Juga :  Soal Pemeliharaan Venue, Butuh Kerja Sama Lintas Pemerintah

Sementara Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua, Ir Jan Ormuserai yang dikonfirmasi soal kondisi hutan angkasa dan sekitarnya belum lama ini pernah menyampaikan bahwa  kawasan penyangga Cagar Alam Cycloop bukan menjadi kewenangan dinas kehutanan melainkan kewenangan kementerian. “Cagar alam itu bukan kewenangan kami lagi tapi memang perambahan ini masih terus terjadi dan saya pikir tidak bisa himbauan terus, harus ada tindakan tegas dan terukur jika melihat aktifitas yang seperti ini. Petugas kami di lapangan juga sering mendapat perlawanan dan saya pikir tak bisa hanya bicara bicara,” bebernya. (ade/wen)

Kadishut Papua: Tidak Bisa Imbauan, Harus Ada Tindakan Tegas

JAYAPURA –  Meski selama ini upaya untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait bencana ekologi terus dilakukan namun pada kenyataannya  di lapangan kondisi tersebut tak memberi banyak perubahan.

Masyarakat di Kota  Jayapura sebelumnya masih kerap mengeluhkan sulitnya mendapatkan air bersih namun disatu sisi penebangan dan perambahan terus dilakukan. Jika sebelumnya hutan Angkasa yang disorot oleh penggiat lingkungan terkait kawasan penyangga Cycloop yang rusak, kini kawasan lainnya yakni hutan di Pasir VI, ikut terjamah.

Di lokasi ini tak jauh beda dengan di Angkasa dimana setiap hari ada saja warga yang melakukan penebangan pohon. Kayu – kayunya selain digunakan untuk kebutuhan membangun rumah tapi ada juga yang dijual sebagai kayu bakar. “Kami kaget saja sebab tahun 2019 lalu ketika dilakukan kegiatan Festival Cycloop di lokasi ini, kondisi hutannya masih baik. Kalaupun ada yang ditebang waktu itu untuk kepentingan pelebaran jalan, tapi saat ini banyak pohon – pohon besar yang ditebang,” kata Qodri, salah satu penggiat lingkungan di Jayapura belum lama ini.

Baca Juga :  Soal Pemeliharaan Venue, Butuh Kerja Sama Lintas Pemerintah

Apalagi menurut Qodri dalam Festival Cycloop perdana tersebut sempat dibuat ritual oleh masyarakat adat yang isinya hutan di lokasi Pasir VI   harus dijaga dan tak boleh ditebang sembarang. “Jadi ketika itu ritual dipimpin langsung Ondoafi pak Gustaf Toto, jadi bagi siapa yang menebang sembarang akan terkena sanksi dari alam. Tapi aktifitas penebangan terus saja terjadi,” bebernya. Senada disampaikan Ronie Stenly yang mengaku prihatin karena melihat banyak kayu gelondongan yang diparkir di pinggir jalan.

“Kami pikir jika berbicara soal bencana ekologi itu sangat memungkinkan karena memang ulah manusia sendiri. Kalau selama ini banyak yang mengeluh kesulitan air, Jayapura kini lebih panas ya itu bagian awal dari bencana ekologi tadi,” sindirnya. Ia menyebut di bagian atas Pasir VI banyak ditemui kebun – kebun milik warga. “Kami pikir dulu pernah ketika awal pandemi covid 19 ada instruksi untuk kembali ke kebun. Hanya kebunnya ini tidak ditunjuk daerah mana akhirnya penyampaian itu bias dan warga nampaknya secara sporadis menggarap lahan seenaknya,” sindir Ronie.

Baca Juga :  BTM akan Minta Penjelasan Lima Komisioner KPU, Dana Rp 6,5 M untuk Apa?

Sementara Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua, Ir Jan Ormuserai yang dikonfirmasi soal kondisi hutan angkasa dan sekitarnya belum lama ini pernah menyampaikan bahwa  kawasan penyangga Cagar Alam Cycloop bukan menjadi kewenangan dinas kehutanan melainkan kewenangan kementerian. “Cagar alam itu bukan kewenangan kami lagi tapi memang perambahan ini masih terus terjadi dan saya pikir tidak bisa himbauan terus, harus ada tindakan tegas dan terukur jika melihat aktifitas yang seperti ini. Petugas kami di lapangan juga sering mendapat perlawanan dan saya pikir tak bisa hanya bicara bicara,” bebernya. (ade/wen)

Artikel Terkait

Most Read

Artikel Terbaru